Makanan Khas Pasuruan, Jawa Timur
Rawon adalah masakan khas Jawa Timur yang bumbu utamanya adalah kluwek.
Dalam bahasa Betawi, kluwek disebut pucung. Rawon disajikan dengan
sambal cabe, irisan bawang, serta tauge. Rasanya yang gurih membuat
banyak orang ketagihan masakan ini.
Maka, tak heran bisnis makanan dengan menu rawon mendatangkan untung
lumayan. Salah satu yang sudah punya nama melegenda adalah Rumah Makan
Rawon Nguling di perbatasan Pasuruan dan Probolinggo. Kini, Rawon
Nguling juga sudah bisa dinikmati di beberapa kota.
Berawal pada 1940, dari sebuah kedai kecil yang semula hanya melayani
para petani setempat, kini gerai Rawon Nguling sudah menyebar di banyak
daerah. Sebut saja Surabaya, Sidoarjo, Malang, Pandaan, dan Jakarta.
Saat ini, Rawon Nguling memiliki delapan gerai yang dikelola langsung
generasi penerus Mbah Karyorejo, perintis Rawon Nguling. Pemilik Rawon
Guling ingin gerainya kian menyebar ke lebih banyak tempat. Makanya
sejak pertengahan 2008, mereka menawarkan lisensi merek.
Sampai saat ini, memang belum ada satupun mitra yang sudah membuka gerai
Rawon Nguling, Tapi menurut Suprayitno, generasi kelima pemilik Rawon
Nguling, dua bulan lagi ada 8 calon mitra yang bakal akan membuka gerai.
Nama Jadi Jaminan
Rawon Nguling menawarkan tiga jenis paket lisensi. Perbedaan ketiga
paket ini adalah luas tempat usaha atau daya tampung usaha. Paket
pertama adalah paket rumah makan atau restoran dengan investasi Rp 200
juta. Kedua, paket rumah toko (ruko) atau mini restoran senilai Rp 150
juta. Ketiga, paket food court senilai Rp 100 juta.
Nilai investasi ketiga paket ini belum termasuk biaya sewa tempat,
renovasi ruangan, dan peralatan. Bila memasukkan komponen itu, total
investasi restoran berkisar Rp 755 juta, paket kedua Rp 607 juta, dan
paket ketiga Rp 480 juta. Ikatan kerjasama ketiga paket selama lima
tahun.
Investasi lisensi Rawon Nguling ini lumayan mahal. Namun kata
Suprayitno, popularitas yang sudah puluhan tahun menjadi nilai jual
usaha ini. “Kami juga tetap pertahankan kualitas rasa rawon secara
tradisional,” ujarnya.
Karena menerapkan sistem lisensi, tak ada royalty fee. Namun, untuk
standardisasi rasa, mitra harus membeli bumbu dasar rawon seharga Rp
90.000 per kilogram dan daging empal seharga Rp 7.500 per potong dari
pusat. “Rawon kami harus memakai daging empal dari daerah Probolinggo,”
kata Suprayitno.
Harga jual Rawon Nguling Rp 15.000- Rp 22.000 per porsi. Marjinnya 30 persen-45 persen.
Suprayitno menjanjikan, mitra bisa balik modal antara 22-24 bulan alias
dua tahun. Untuk paket rumah makan misalnya, dengan asumsi pendapatan
kotor Rp 6 juta – Rp 8 juta per hari, balik modal akan terjadi pada
bulan ke-24. Paket ruko, dengan asumsi omzet Rp 4,5 juta – Rp 6 juta per
hari, balik modalnya pada bulan ke-22. Sedang untuk paket food court,
si mitra akan balik modal di bulan ke-24 bila jika berhasil membukukan
omzet minimal Rp 3,5 juta per hari.
Menurut Suprayitno, target balik modal itu tidak sulit dicapai. Contoh,
cabang Rawon Nguling yang buka Desember 2008 lalu di kawasan Cikajang,
Jakarta Selatan, mampu mencetak penjualan sekitar Rp 4 juta – Rp 6 juta
per hari. “Paling sepi, omzetnya Rp 4 juta,” kata Suprayitno. Jumlah
pengunjungnya 100-200 orang per hari. “Penjualan kami di Probolinggo
jauh lebih tinggi lagi. Minimal kami dapat Rp 14 juta per hari,” imbuh
Suprayitno.
Tentang Rawon Nguling
Saat itu warung Lumajan hanya menjual ketan bubuk dan nasi rawon yang hanya melayani petani dan kusir delman sekitar desa Tambakrejo. Namun setelah melewati perjalanan panjang, warung yang awalnya sederhana itu menjadi sebuah rumah makan yang sering?melayani para pesohor negeri ini.Nama “Rawon Nguling” pun sengaja dipakai sebagai identitas dan telah mendapatkan hak paten sejak tahun 2000. Nama ini menguatkan identitas rumah makan dan punya keunikan serta ciri khasnya yakni Rumah Makan tersebut berasal dari Daerah Nguling.
Berawal dari Kendil
Saat pertama kali berdiri, proses untuk memasak rawon dilakukan dalam wadah yang terbuat dari kendil (wadah besar dari tanah liat ). Menginjak tahun 1962 warung yang tadinya terbuat dari bambu perlahan mulai dirombak begitu juga dengan cara pengolahan memasak rawon.
Di awal tahun 90 an lalu RM Rawon Nguling mulai menuai hasil dari perjuangan panjangnya. Sampai dengan saat ini Rawon Nguling sudah berkembang di beberapa kota besar Indonesia dan semuanya masih tetap mempertahankan cara pengelolaan secara tradisional dan tetap berciri khas tradisional. Bahkan sang perintis pun memberikan kiat khusus untuk menjaga rasa di mata para pelanggan diantaranya agar mendapatkan bumbu, daging empal dan bahan baku lainnya dari tempat asalnya sehingga semua cabang Rawon Nguling menggunakan satu resep dan racikan dengan standar yang sama.